Menuju Swasembada Gula: Tantangan dan Peluang

Pemerintah Indonesia tengah berupaya mencapai swasembada gula nasional dengan menetapkan target swasembada gula konsumsi pada 2028–2029 dan gula industri pada 2030. Keberhasilan ini memerlukan penguatan infrastruktur, teknologi, dan pengelolaan pertanian yang lebih baik. Kesejahteraan petani dan pengendalian impor turut menjadi kunci. Swasembada gula berarti mengubah sistem dari hulu ke hilir. Meski jalan panjang dan menantang, dukungan kebijakan konsisten, keberpihakan pada petani, dan investasi jangka panjang yang adil, membuat tujuan ini dapat dicapai. Produksi gula nasional diperkirakan meningkat dari 2,2 juta ton pada 2023 menjadi 2,9 juta ton pada 2025, namun kebutuhan lebih dari 6 juta ton menuntut Indonesia untuk mengimpor 50–60% gula. Produktivitas tebu rendah, dengan rendemen 7–8%, dibandingkan Thailand yang mencapai 11–12%. Banyak varietas tebu belum unggul dan metode tanam masih tradisional. Sekitar 60% pabrik gula adalah warisan kolonial dengan efisiensi rendah, memerlukan investasi besar untuk revitalisasi. Lahan tebu menyusut akibat alih fungsi, menghadapi kendala sosial dan tuduhan deforestasi. Industri makanan dan minuman bergantung pada gula rafinasi impor karena stabilitas harga dan kualitas. Harga gula yang tidak stabil di tingkat petani menurunkan minat menanam tebu, diperparah oleh ketergantungan pada pedagang perantara dan kelembagaan koperasi yang lemah.